SALATIGA – BOJONEGORO 1 JUNI 2020

JALAN PINTAS DESA RAWOH DESA TERMAS KABUPATEN GROBOGAN
JALAN PINTAS DESA RAWOH DESA TERMAS KABUPATEN GROBOGAN

Rute kami kali ini akan didominasi oleh jalan antar desa – antar kabupaten di areal persawahan. Sebenarnya bisa saja dari Salatiga ambil jalur menuju Kedungjati – Gubug – Purwodadi – Wirosari – Blora – Cepu – Bojonegoro, tapi ga tau kenapa aga kurang tertarik saja lewat sana.

Setelah beberapa kali ngulik jalur via Gmaps, dapatlah rute yang bisa dibilang melewati jalur alternatif antar desa. Rute yang kami lalui kali ini adalah Salatiga – Pabelan – Bringin – Kedungjati – Gubug – Bendung Glapan – Karangrayung – Bendung Sedadi – Toroh – Purwodadi – Pulokulon – Kradenan – Gabus – Jati – Mandenrejo – Medalem – Jembatan TBB (Terusan Bojonegoro – Blora) – Ngraho – Tambakreja – Ngambon – Ngasem – Kalitidu.

Kali ini memang nama daerahnya agak banyak, karena memang jalur yang dipilih pun banyak melewati jalur antar desa. Tujuannya, untuk menghindari Jalan Nasional, Provinsi, maupun jalan utama antar kabupaten. Karena jalur utama (Nasional & Provinsi) pada jam kami lewat sudah ramai oleh rombongan truk.

AREA BENDUNGAN GLAPAN
AREA BENDUNGAN GLAPAN

Jalur Salatiga – Bringin merupakan jalan utama yang sangat ramai. Pusat titik keramaian berada pada satu persimpangan jalan. Persimpangan ini merupakan pertemuan dari arah Salatiga (Jalan Salatiga – Bringin) dengan jalur dari arah Utara, dari arah Bawen (Jalan Tuntang Bringin). Terdapat banyak warung-warung kecil di pinggir jalan di sekitar persimpangan tersebut. Warung – warung ini juga merupakan titik pemberhentian truk kayu. Memang, di sekitar jalur yang sedan kami lalui ini didominasi oleh area perkebunan dan hutan jati.

Selepas Pasar Bringin, arus lalu – lintas sudah tidak semacet seperti di persimpangan. Hanya ada tiga truk kayu di depan kami dan jarang kami berpapasan dengan kendaraan lain. Selepas Pasar Bringin juga, area permukiman penduduk perlahan – lahan mulai semakin sedikit, digantikan hutan jati. Semakin ke Timur, arus lalu – lintas semakin sepi. Beberapa sepeda motor yang sebelumnya beriringan, satu – persatu mulai memisahkan diri dari jalur yang sedang kami lewati.

Kami pun tiba di sebuah jembatan yang lumayan panjang. Jembatan ini merupakan jembatan perbatasan antara Kabupaten Semarang dengan Kabupaten Grobogan. Kami pun berhenti untuk berfoto sejenak di gapura selamat datang di Kabupaten Grobogan.

BANGUNAN BENDUNGAN GLAPAN TEMBELINGAN
BANGUNAN BENDUNGAN GLAPAN TEMBELINGAN

Ini adalah kali pertama kami melewati jalur ini. Bahkan ini kali pertama kami mengunjungi Kabupaten Grobogan. Kecamatan pertama yang kami lewati di Kabupaten Grobogan yaitu Kecamatan Kedungjati. Memasuki Kec. Kedungjati, medan jalan mulai menanjak. Perkerasan jalan merupakan beton dengan lebar yang lumayan. Sepanjang jalur Bringin – Kedungjati didominasi oleh area hutan Jati.

Jika melihat di Google Maps, sungai besar yang kami lalui yang juga pembatas geografis Kabupaten Semarang dengan Kabupaten Grobogan merupak Sungai Tuntang. Dan lokasi jembatan perbatasan berada di Desa Tempuran di sisi Kabupaten Semarang. Sesuai dengan Namanya, memang di desa ini terdapat satu tempuran antara Sungai Tuntang dengan Kali Sanjoyo.

Dari gapura perbatasan antar kabupaten, jalan raya akan banyak melewati area hutan jati yang sangat luas. Medan jalan juga sesekali menanjak. Jalur akan monoton seperti ini hingga memasuki pusat Kecamatan Kedungjati. Dari pusat Kecamatan Kedungjati, kami terus mengkuti jalan raya utama ke arah Utara. Tepat selepas dari area pusat Kecamatan Kedungjati, jalan raya akan menanjak terus dan kembali memasuki area hutan jati.

Jalan yang kami lalui merupakan ruas Jalan Kabupaten yang sekaligus merupakan jalan raya utama penghubung antara Kecamatan Kedungjati dengan Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan. Tapi, kami tidak akan terus mengikuti jalan raya utama Kedungjati – Gubug. Patokan kami pada Gmpas adalah Puncak Tanjakan. Sekitar kurang lebih 500 m dari titik Puncak Tanjakan pada Gmaps, akan ditemui area permukiman pertama yang berada tepat di pinggir jalan raya.

BENDUNGAN GLAPAN TEMBELINGAN
BENDUNGAN GLAPAN TEMBELINGAN

Di area permukiman ini akan ditemui persimpangan jalan. Jika lurus, maka akan tetap di jalan raya utama. Jika mengmbil jalan ke kanan, akan masuk ke ruas Jalan Desa. Tepatnya masuk ke jalan di area Desa Wates, yang kemudian akan tiba di persimpangan di Bendung Glapan – Tembelingan. Jalur inilah yang kami ambil.

Jalan menuju Bendungan Glapan cukup baik, meskipun ada beberapa titik yang semennya hanya untuk ukuran ban truk. Sepanjang Desa Wates hingga mendekati Bendung Glapan, di kanan dan kiri jalan merupakan hamparan kebun jagung & tebu. Tidak ketinggalan dengan background perbukitan yang masih lebat dengan pohon jati.

Kami pun tiba di patokan kedua kami, Bendung Glapan – Tembelingan. Karena cuaca yang cukup gerah dan matahari yang bersinar cukup terik, kami pun memutuskan untuk berhenti sejenak. Kami menepi di emperan toko yang saat itu sedang tutup. Dari lokasi kami berhenti, cukup terlihat jelas bangunan utama Bendung Glapan.

Sambil suami bersitirahat, saya pun mencoba mengecek Gmaps perihal jalur yang akan kami lewati nanti. Selepas Bendung Glapan, patokan kami adalah Pasar dan Kantor Desa. Karena setelah ini, kami akan keluar lagi dari jalan raya utama dan menuju jalan penghubung antar desa. Jalur seperti ini akan terus kami lalui sampai nanti berujung di Jalan Raya Solo – Purwodadi. Dari Bendungan Glapan, motor kami arahkan menuju Pasar Jeketro, Kec. Gubug, Kab. Grobogan. Dari Pasar Jeketro, kami tidak mengambil arah Utara menuju pusat Kecamatan Gubug, tapi mengambil jalan desa langsung menuju ke arah Timur. Tepatnya menuju Jalan Jeketro Truko.

GAPURA DESA DI KABUPATEN BOJONEGORO
GAPURA DESA DI KABUPATEN BOJONEGORO

Jalan masih perkerasan beton, dengan lebar cukup untuk 2 truk papasan. Medan jalan datar dan kanan-kiri jalan hamparan ladamg jagung & tebu yang sangat luas. Sesekali terdapat persimpangan menuju dusun-dusun setempat atau area pabrik/kandang. Ujung jalan Jeketro Truko yang kami lalui ini berakhir di simpangan rel keretaapi di Pasar Bangkle – Sambung. Jalur Jeketro – Pasar Bangkle Sambung ini merupakan jalur asik pertama kami hari ini. Di persimpangan rel keretaapi inilah, jalur asik kedua kami hari ini menanti.

Jika dari persimpangan rel keretaapi Pasar Bangkle terus mengikuti jalan menuju Pasar Truko ke Utara, ujung jalan akan bertemu dengan jalan nasional Gubug – Panawangan – Purwodadi. Jika diteruskan sampai Pasar Truko lalu mengambil arah ke Selatan, akan menuju Kec. Karanggede, Kab. Boyolali. Tapi, rute kami kali ini tidak mengambil dua rute tersebut. Rute yang kami ambil, berbelok ke kanan tepat sebelum rel keretaapi Pasar Bangkle. Jalannya memang jalan kecil menuju bangunan stasiun kecil. Jika bukan warga setempat, sudah dipastikan akan mengira kalau jalan ini hanya jalan menuju stasiun.

Awalnya kami juga ragu, tapi setelah melewati bangunan stasiun, jalan semen masih berlanjut, berbelok ke kanan, tepat ke belakang bangunan stasiun. Setelah berbelok di belakang bangunan stasiun inilah, baru terlihat jalan pintas menuju permukiman. Untuk mencapai permukiman tersebut, kami harus melewati jalan semen selebar 1 mobil mini bus di tengah hamparan areal persawahan & ladang. Mungkin beberapa tahun ke belakang, jalur ini hanya merupakan pematang. Ujung jalan pematang ini bertemu dengn jalan di Desa Termas, Kec. Karangrayung, Kab. Grobogan. Kondisi jalan masih perkerasan semen/beton sampai tiba di perempatan Karangrayung.

GAPURA MASUK DESA DI GROBOGAN
GAPURA MASUK DESA DI GROBOGAN

Sepanjang Jalan Raya Karangrayung – Sedadi, di kiri dan kanan jalan merupakan areal persawahan & ladang yang sangat luas. Sesekali ada areal permukiman. Perkerasan jalan masih beton dan arus lalu lintas sangat sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor warga yang seliweran untuk panen. Benar – benar jalur asik, jika dibandingkan harus melewati jalan nasional yang cenderung membosankan bagi saya. Ujung jalan berupa persimpangan. Hanya ada cabang jalan ke kanan dan ke kiri, kami menamakan persimpangan seperti ini dengan sebutan ‘pertigaan mentok’. Hanya istilah buatan kami untuk memudahkan navigasi. Di pertigaan mentok ini, kami mengambil belokan ke kanan. Jalanan menjadi lebih lebar layaknya jalan raya di kota kecil.

Jalur yang kami ambil kali ini mengarah ke Bendungan Sedadi. Tepat di area Bendungan Sedadi, kami menyeberangi jembatan yang bersebelahan dengan Jembatan Keretaapi Sedadi. Patokan kami berikutnya adalah Kantor Desa Pilangpayung. Sepanjang jalan masih berupa hamparan areal persawahan & ladang yang luas, yang sesekali diselingi oleh permukiman. Jalan pun masih berupa beton. Jalan kemudian akan memasuki areal permukiman yang agak padat. Kami terus mengikuti Gmaps hingga keluar dari jalan desa dan bertemu dengan jalan raya lintas kabupaten. Jalan Raya Solo – Purwodadi.

Benar saja, begitu memasuki jalan raya tersebut, sangat terasa bedanya. Kendaraan menjadi sangat padat. Bahkan, cukup banyak truk yang melintas kala itu. Kami memutuskan untuk mencari tempat makan. Karena setelah ini, kami akan melewati daerah yang tidak terlalu ramai. Hanya kota kecamatan kecil. Setidaknya sampai memasuki Bojonegoro nanti.

Rute berikutnya yang kami ambil adalah jalan lintas alternatif bagi truk. Jalan Danyang – Kuwu. Jalan alternatif utama yang melintasi pinggiran Kec. Purwodadi lalu masuk ke Kec. Pulokulon. Ujung jalan ini merupakan persimpangan mentok dengan jalur utama yang berada 2,5 Km di Selatan Bledug Kuwu.

GAPURA MASUK DESA
GAPURA MASUK DESA

Kondisi jalan sepanjang Jalan Raya Danyang – Kuwu tidak terlalu bagus. Lebar jalan cukup untuk truk pasir papasan. Kondisi jalan banyak berlubang, dan akan menyempit jika melewati jembatan. Arus lalu lintas kala itu sangat ramai. Truk, mobil pribadi, sepeda motor semuanya seliweran di jalur ini.

Kondisi ini diperparah dengan asap knalpot truk yang hitam pekat dan debu yang berterbangan. Menyesal rasanya waktu itu saya lupa jalan potong yang melewati Djambon. Kalau saja ketika masuk jalan Raya Solo – Purwodadi motor saya arahkan ke Selatan, ke Desa Ngrandah, pasti perjalanan kami tidak akan terhambat seperti sekarang

Setelah tiba di ujung Jalan Raya Danyang – Kuwu, tepatnya di Desa Tuko, motor kami arahkan ke Selatan. Seperti biasa, niatnya untuk melewati jalan potong. Setelah Palang Sepur Kayen, jalan diarahkan ke sebuah jalan desa dengan beton di sebelah kiri jalan raya. Sama seperti jalan desa lainnya, sepanjang jalan desa inipun perkerasannya beton.

GAPURA PERBATASAN KABUPATEN BLORA DENGAN KABUPATEN GROBOGAN
GAPURA PERBATASAN KABUPATEN BLORA DENGAN KABUPATEN GROBOGAN

Kami terus mengikuti arahan Gmaps sampai pada ujung jalan kami bertemu perempatan. Kami diarahkan lurus. Kondisi jalannya sedikit rusak dan lebar jalannya pun mengecil sedikit. Kami diarahkan untuk masuk sebuah gang dengan kondisi jalan cukup rusak. Aga ragu, tapi kami tetap masuk.. Sepanjang jalan sudah masuk area permukiman padat. Ternyata kami diarahkan untuk menyeberangi rel kereta. Sayangnya ujung jalan yang sedang kami lewati ditutup oleh 2 patok besi. Kami pun putar arah, kembali ke perempatan. Dari perempatan, kami putuskan untuk mengambil arah Utara sembari me-reroute Gmaps. Dapatlah sebuah belokan ke arah permukiman tidak jauh di sebelah Utara perempatan. Kami pun belok ke kanan.

Kondisi jalan berupa semen yang seukuran roda truk yang sudah banyak yang rusak. Di ujung jalan, kami diarahkan untuk berbelok ke kanan lagi. Kanan – kiri jalan yang semula padat rumah penduduk, kini diselingi pepohonan rindang. Kondisi jalan pun semakin rusak. Saya hampir putus asa, kalau jalan ini ‘buntu’ lagi, mau ga mau kami harus memutar ke Utara dan melewati jalan utama Pulokulon – Kradenan (Jalan Honggokusuman).

Untungnya, ujung jalan ini kembali bertemu rel keretaapi. Tapi, saya kembali ragu, apa ada jalan di samping rel untuk sepeda motor? Alhamdulillah nya ada. Bahkan, ada motor yang berpapasan dengan kami. Sayangnya, seingat saya, di jalur rel keretaapi yang ini ada sungai. Saya pun kembali was-was, apa jalan setapak semen pinggir rel keretaapi ini ada jembatannya? Apa jangan-jangam jalannya putus sampai rumah terakhir saja?

GAPURA PERBATASAN KABUPATEN SEMARANG DENGAN KABUPATEN GROBOGAN
GAPURA PERBATASAN KABUPATEN SEMARANG DENGAN KABUPATEN GROBOGAN

Ternyata jalan setapak masih berlanjut melewati rumah terakhir di dusun warga ini. Dan untungnya lagi, ternyata jalan setapak ini juga sudah dibangun jembatannya. Posisi jembatan untuk sepeda motor memang lebih rendah dibandingkan jembatan keretaapi, jadi di Gmaps pun tidak terlalu terlihat.

Lega rasanya sudah bisa melewati rute asik ketiga ini. Kami muncul tepat di samping palang pintu keretaapi Stasiun Kradenan. Setelah ini, kami akan full mengikuti jalan utama menuju Kecamatan Jati. Untungnya, di jalur ini, arus lalu lintas sudah tidak seramai sebelumnya. Hal ini karena di Desa Tuko, arus lalu lintas akan terpecah-pecah. Ada jalur ke Selatan menuju Sragen dan ada jalur Utara menuju jalan raya utama Grobogan – Blora dan juga arah Pantura (Kudus, Pati dan sekitarnya).

Kondisi jalan menuju Kecamatan Jati sangat baik. Aspal mulus dan jalan lebar, ditambah dengan area persawahan yang masih menghampar luas di kanan & kiri jalan. Sebenarnya bukan area persawahan saja, tapi sedari memasuki Kab. Grobogan, banyak juga ladang Jagung & tebu yang sangat luas.

HOTEL DI BOJONEGORO 2
HOTEL DI BOJONEGORO 2

Karena sudah terlalu sore, maka motor lebih dipacu lagi. Memasuki Kecamatan Randublatung, rute kami akan berpisah lagi dengan jalan raya lintas utama. Di pusat Kecamatan Randublatung, ada 2 pilihan rute. Pertama melalui rute Randublatung – Mendenrejo – Menden – Ngraho. Rute kedua adalah Randublatung – Cepu – Padangan. Rute yang lebih banyak dilalui yaitu yang melewati Cepu. Kami lebih memilih rute yang melewati Menden.

Memasuki Mendenrejo, arus lalu lintas kembali sepi. Lebih sepi dibanding pada saat di jalur Jati – Randublatung. Perkerasan jalan beton dan jalan sangat lebar. Kondisi ini tentu saja mempercepat perjalanan kami yang sudah sangat molor ini. Kondisi jalan masih tetap sama ketika kami memasuki Menden. Target saya, kami bisa menyeberang Bengawan Solo sebelum Magrib. Tentunya biar masih bisa mengambil foto-foto sedikit di titik perbatasan Provinsi Jawa Tengah – Provinsi Jawa Timur tersebut. Untungnya, tepat jam 17.30 WIB, kami sampai di Jembatan TBB, singkatan dari Jembatan. Terusan Bojonegoro – Blora. Jembatan yang cukup lebar, panjang dan sangat sepi. Sepertinya memang difungsikan sebagai jalur alternatif saja.

Kami berhenti sejenak di jembatan untuk mengambil foto. Selain kami, hanya ada sekitar 5 pemuda setempat yang juga berfoto di jembatan. Sedangkan kendaraan yang lalu-lalang di jembatan sangat sedikit. Didominasi oleh sepeda motor. Tidak terlihat truk melintas di sini sepanjang kami mengambil foto.

HOTEL DI BOJONEGORO
HOTEL DI BOJONEGORO

Setelah melewati TBB, kami masuk Kec. Ngraho. Kondisi jalan masih sama. Ujung jalan TBB ini berada pada persimpangan dengan jalan raya lintas utama antar Kabupaten. Jalan lintas utama Ngawi – Bojonegoro. Tidak heran lalu lintasnya sangat ramai & hampir semua yang lewat adalah truk besar. Kami berhenti sebentar di minimarket tepat setelah berbelok ke Jalan Raya Ngawi – Bojonegoro. Tidak lama setelah kami memarkirkan motor, Adzan Mahrib pun berkumandang. Di sini kami beristirahat sambil saya diskusikan rute berikutnya yang akan kami lalui.

Berhubung sudah Magrib, otomatis, sisa perjalanan akan kami lewati dengan kondisi gelap. Saya pun ragu, apa tetap mengambil rute Ngraho – Tambakrejo – Ngambon – Ngasem – Kalitidu atau sebaiknya mengikuti jalan lintas utama saja (Ngraho – Padangan – Kalitidu). Jika memilih jalur utama, memang jaraknya lebih pendek dan tidak banyak berbelok-belok. Tapi, sepanjang jalan akan terus beriringan dengan truk-truk besar dari kedua arah. Kalau tetap di rute awal, jalanan sudah pasti sangat sepi, tapi jarak tempuh lebih jauh.

Setelah diskusi sama suami, akhirnya kami memutuskan tetap melewati rute awal, yaitu yang melalui Tambakrejo. Pertimbangannya, selama kondisi jalannya bagus sih, ayo aja. Berhubung sebelum berangkat juga saya cek semua rute dengan Google Street View, jadi ga terlalu ‘buta’ sama kondisi jalan & sekitarnya. Berangkatlah kami menuju Desa Tambakrejo. Kami belok kanan di pertigaan Pasar Blimbing Gede Ngraho. Kondisi jalan masih beton, lebar dan sampai beberapa meter ke depan masih melewati area permukiman padat.

JEMBATAN DESA MALINGMATI KABUPATEN BOJONEGORO
JEMBATAN DESA MALINGMATI KABUPATEN BOJONEGORO

Sekitar 2 Km dari pertigaan pasar, area permukiman menjadi lebih renggang, diselingi area ladang jagung dan tebu. Jalanan juga sedikit berkelok, tapi tidak sampai berkelok seperti di perbukitan/pegunungan. Tidak ada kendaraan lain yang searah dengan kami, mungkin karena sudah waktu Magrib. Keramaian hanya ditemui ketika jalanan memasuki areal pusat desa atau kecamatan. Kami baru dapat barengan motor selepas melewati SMAN 1 Tambakrejo. Itupun hanya 3 sepeda motor warga yang jaraknya berjauhan.

Ada 1 nama desa yang cukup menarik perhatian kami, yaitu Desa Malingmati. Sayangnya, kantor Desa dan beberapa bangunan yang memiliki penunjuk nama desa sudah terlewat. Kami memamg memacu motor aga cepat di jalur ini. Karena jalurnya sepi, jalannya bagus dan relatif lurus.

Hari mulai benar-benar gelap ketika sudah memasuki Ngambon. Untungnya kondisi jalan dan medan tetap sama asiknya. Tidak terasa, kamipun memasuki Kecamatan Ngasem. Di sini, motor harus kami arahkan ke Utara. Menuju jalan raya utama Kalitidu. Keramaian baru kami temui kembali ketika jalanan memasuki Pasar Ngasem. Area permukiman sudah mulai padat, lalu lalang sepeda motor pun kembali kami temui. Kami tidak lagi memacu motor dengan cepat. Setidaknya kalau sudah sampai di Pasar Ngasem, perjalanan kami hari ini hanya tinggal 20%nya lagi.

JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR 2
JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR 2

Berhubung kami harus membeli beberapa keperluan, jadi setibanya di Pasar Kalitidu, kami mengambil arah ke Barat. Karena pusat keramaian ada di arah Barat kami. Dari tempat kami berhenti kali ini, jarak ke tempat kami menginap hanya sekitar 3 Km lagi saja. Jalan yang kami lalui merupakan jalan Nasional Jalan dengan 2 jalur dan 4 lajur tanpa median & dengan penerangan jalan seadanya, Yang saya heran, jalan nasional tapi sepi sekali.

Padahal baru pukul 19.00 WIB. Dan lagi, bukannya daerah ini merupakan daerah lintasan bus malam & truk? Atau mungkin bukan waktunya bus malam & truk itu melintas? Yang menarik selama perjalanan kami hari ini adalah tidak terhitung berapa kali kami menyeberangi rel keretaapi. Rel keretaapi yang merupakan lintasan jalur Utara ke Surabaya. Padahal, lintasan keretaapinya hanya 1 dan lurus-lurus saja.

JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR 3
JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR 3

Berhubung kami banyak mengambil jalur antar desa, jadi kami bolak-balik menyeberangi rel. Padahal, kalau kami tetap di jalan nasional atau jalan provinsi, kami hanya akan jalan berdampingam dengan rel keretaapi. Selain rel keretaapi, jalur yang kami lalui sedari Kedungjati hingga Ngasem, mengikuti jalur SUTET. Meskipun tidak segaris lurus, tapi sering kami melintas di bawah bentangan SUTET lalu menjauh, tapi kemudian kami melintas lagi di bawahnya.

Tempat kami menginap berada di Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. Sengaja tidak terlalu masuk ke darerah pusat kota Bojonegoro, biar bisa langsung melewati jalan alternatif ke arah Selatan. Perjalanan kami hari ini, jarak tempuhnya lebih jauh dibandingkan tiga hari sebelumnya. Kami baru tiba di tempat menginap di Bojonegoro pukul 20.00 WIB. Kami berencana menginap satu malam di Bojonegoro. Bojonegoro merupakan titik awal kami mengambil jalur menuju Selatan, setelah sebelumnya rute kami hanya mengarah ke Timur.

JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR
JEMBATAN PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR
JEMBATAN TERUSAN BLORA BOJONEGORO
JEMBATAN TERUSAN BLORA BOJONEGORO
MASUK KECAMATAN NGAMBON KABUPATEN BOJONEGORO
MASUK KECAMATAN NGAMBON KABUPATEN BOJONEGORO
SIMPANGAN JALUR ALTERNATIF BOJONEGORO - NGAWI 2
SIMPANGAN JALUR ALTERNATIF BOJONEGORO – NGAWI 2
SIMPANGAN JALUR ALTERNATIF BOJONEGORO - NGAWI
SIMPANGAN JALUR ALTERNATIF BOJONEGORO – NGAWI
SUNGAI BENGAWAN SOLO
SUNGAI BENGAWAN SOLO
MELINTASI PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR
MELINTASI PERBATASAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN JAWA TIMUR
JEMBATAN TEMPURAN KALI TUNTANG
JEMBATAN TEMPURAN KALI TUNTANG

Leave a comment